Kabar Detail

image
  • By Admin HIBS
  • 21 Juli 2025

PENTINGNYA BELAJAR NEUROSAINS

Bapak Tyo, seorang ahli neurosains, menekankan bahwa setiap anak memiliki cara berpikir, gaya belajar, serta kapasitas otak yang berbeda-beda. Oleh karena itu, pembelajaran yang efektif seharusnya tidak menggunakan pendekatan yang seragam, melainkan disesuaikan dengan karakteristik unik masing-masing peserta didik. Pendekatan berbasis neurosains mengajak para guru untuk memahami bagaimana otak anak bekerja saat menerima, mengolah, dan menyimpan informasi. Dengan pemahaman ini, proses belajar dapat dirancang agar lebih alami, menyenangkan, dan sesuai dengan perkembangan otak anak.

Sebagai guru, kita dituntut untuk lebih peka terhadap kebutuhan belajar siswa. Melalui metode neurosains, kita dapat mengenali sinyal-sinyal seperti tingkat fokus, emosi saat belajar, hingga kelelahan kognitif anak. Misalnya, saat otak mengalami kejenuhan, guru dapat menyisipkan jeda dengan aktivitas fisik ringan atau permainan edukatif untuk merangsang kembali sistem limbik yang berperan dalam emosi dan motivasi. Hal ini penting karena emosi positif terbukti memperkuat daya ingat dan meningkatkan motivasi belajar.

Terakhir, peran guru sebagai fasilitator sangat penting dalam menciptakan lingkungan belajar yang aman dan menumbuhkan rasa percaya diri anak. Neurosains menunjukkan bahwa otak lebih mudah menerima informasi dalam kondisi nyaman dan bebas tekanan. Maka dari itu, guru harus berupaya membangun hubungan yang hangat dengan siswa, memberikan umpan balik yang positif, serta membiasakan suasana kelas yang mendukung tumbuh kembang intelektual maupun emosional. Dengan pendekatan ini, guru tidak hanya mengajar, tapi juga membentuk otak dan karakter anak untuk belajar sepanjang hayat.

Penerapan metode neurosains juga mendorong guru untuk mengenali ritme belajar otak, termasuk pentingnya tidur, asupan gizi, dan waktu konsentrasi terbaik anak. Penelitian dalam neurosains menunjukkan bahwa otak anak paling optimal untuk menerima materi pada waktu-waktu tertentu, dan kemampuan fokus biasanya menurun setelah 20–30 menit pembelajaran tanpa jeda. Maka dari itu, guru perlu merancang sesi belajar yang tidak terlalu panjang, diselingi aktivitas refleksi atau gerak, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya dan berpikir kritis. Hal ini akan mendukung proses konsolidasi memori yang lebih baik.

Lebih jauh lagi, metode neurosains mengingatkan kita bahwa setiap anak adalah pembelajar yang unik dan berharga. Kita sebagai guru perlu menanamkan mindset berkembang (growth mindset), bahwa kemampuan otak bisa dilatih dan ditingkatkan melalui proses, bukan bakat semata. Dengan pendekatan ini, guru tidak sekadar mengajar untuk nilai, tetapi juga mengembangkan cara berpikir, daya juang, dan fleksibilitas mental siswa. Di sinilah peran guru menjadi agen perubahan, yang tak hanya menyalurkan ilmu, tetapi juga membentuk generasi yang siap menghadapi tantangan dengan cara belajar yang sesuai dengan cara kerja otak mereka.